Ruang Lingkup Manajemen Properti Sebagai Suatu Investasi dan Indikatornya

Jika kita membahas tentang suatu ruang lingkup dari manajemen properti, maka hal itu sendiri cukup luas, namun secara umum dapat kita bedakan menjadi 3 kelompok yaitu mengelola  properti  sebagai sesuatu investasi, kedua mengelola properti sebagai suatu bisnis atau usaha, dan ketiga adalah mengelola properti besar kaitannya dengan pajak dan asuransi.

Ruang Lingkup Manajemen Properti
Manajemen Properti

Properti Dianggap sebagai suatu Investasi

Nah disini mungkin sebagai sebuah investasi dimaksud adalah aspek manajemen properti nya menjadi salah satu perangkat yang akan menjamin keberhasilan investasi properti tersebut. Rencana yang selanjutnya setelah dilaksanakan tahapan rencana investasi, maka tahapan kelanjutannya dengan tahap pengelolaan atau manajemen operasional yang berupaya menjalankan prediksi dan strategi yang telah digariskan dalam tahap rencana investasi tersebut.
Namun selama menjalankan tersebut, ia harus melalui tahap evaluasi untuk penyempurnaan pengelolaan properti juga terus untuk dilaksanakan. Sehingga dalam rangkaiannya proses investasi properti berjalan, setiap tahapan tersebut akan memberikan kontribusi yang konfrehensif masing-masing demi menjalankan keberhasilan investasi properti secara keseluruhan.

Dalam beberapa sumber dikatakan bahwa manajemen properti itu secara umum dapat juga didefinisikan sebagai “to maintain and increase the investment  income  from the property  investment and to secure timely capital gains”.

Nah dengan demikian segala  aktivitas  manajemen properti harus dilihat dari sudut pandang investasi atau usaha yang akan difokuskan pada pemahaman aspek pasar yang luas sebagai kunci kesuksesan dari manajemen properti.

Bagi seorang manajer properti pengukuran nilai dalam menjalankan investasi adalah melalui proses penilaian (valuation) melalui hasil data riset yang dimiliki.

Dalam hal ini manajer properti harus memastikan bahwa nilai dari properti yang dikelolanya tidak mengalami penurunan atau devisit dan dalam kajiannya nilai properti itu harus terus naik sejalan dengan kemajuan zaman. Sebagai suatu acuan nilai sebuah properti dapat kita formulasikan sebagai berikut :
Nilai = Pendapatan operasional bersih setahun (NOI) x (1/i)
Keterangan :
NOI = pendapatan kotor setahun – biaya operasional setahun i = tingkat kapitalisasi dari properti tersebut

Nah jadi tolok ukurnya atau performance suatu investasi dapat kita diukur dengan menggunakan besaran dari tingkat hasil yang akan diperoleh  (yield) nantinya.

Dengan konsep semakin tinggi yield dari suatu investasi suatu properti, maka semakin tinggi risiko dan tingkat pengembalian (risk & retun) yang akan diperoleh dari hasil properti tersebut. Yield dapat diformulasikan sebagai berikut :


Yield (%) = (Pendapatan operasional bersih setahun /Nilai) x 100%

Sebagai suatu autput atau hasil dari keberhasilan investasi properti adalah terlihatnya kemampuan kontribusi penghasilan bersih dari properti yang di investasikan dimana nilai yang diperoleh semakin tinggi dan tingkat permintaan pasar meningkat dari awal hingga akhir properti tersebut.

Nah oleh karena itu, seorang manajer properti atau konsultan properti harus melihat dengan teliti pasar dan potensi kemungkianan kenaikkan di dalam programnya tersebut untuk  menjaga nilai dari properti  atau menaikkan nilai dari properti semisalkan bangunannya, dimana ia harus mempertimbangkan biaya operasional disamping pendapatan bersih dari properti tersebut.
Indikator-indikator investasi properti sebagai acuan dalam melakukan penilaian dan evaluasi pengembangan properti adalah :
  • Biaya dari total investasi. Nah jika dilihat dari besaran investasi ini, biaya total sangat berpengaruh terhadap besarnya ruang lingkup pekerjaan yang akan dilaksaksanakan nantinya. Dengan demikian strategi dan manajemen yang dibutuhkan akan berbeda-beda sesuai dengan besaran investasi yang ditanamkan dalam properti tersebut.
  • Penilaian dari total rentable area yang di data. Disuatu bangunan penilaian dihitung dari luas lantai bangunan yang bisa disewakan hingga sewa didasarkan atas sewa permeter persegi bangunan. Jadi, luas bangunan properti yang digunakan sebagai fasilitas bangunan nantinya baik antar pengguna ataupun penyewa tidak termasuk dalam kategori yang disewakan.
  • Memprediksi harga sewa atau harga jual properti. Baik dari besarannya juga sangat beragam dan harus dilakukan survey lapangan properti dalam hal ini bisa melalui jasa tim penilai properti contoh (Kjpp Mbpru) dan sejenisnya yang digunakan sebagai penunjang data pembanding dari hasil penilaian. Namun jika bangunan ini terdiri dari dua lantai atau lebih dan  kemungkinan lokasi yang beragam, maka dalam menentuan penyewaanya  jugaberbeda karena dengan mempertimbangkan faktor-faktor nilai yang berpengaruh terhadap properti itu dalam beberapa tahun mendatang.
  • Memprediksikan nilai dari tingkat hunian atau tingkat penjualan dari pasar. Diperlukan penelitian  pasar (market research) yang mumpuni, sehingga daya serap pasar (captive market) berperan dalam menentukan tingkat hunian maupun tingkat penjualan properti tersebut. Hal ini menentukan analisis data pasar untuk menentukan stategi dalam memaksimalkan tingkat hunian maupun tingkat penjualan properti tersebut.
  • Selain dari pada itu adalah biaya operasional dan biaya lainnya (biaya tak terduga). Dalam manajemen pembiayaan  yang  diperlukan yang berkaitan dengan operasional properti dan aktifitas usaha,  baik yang dalam biaya tetap (fix cost) maupun yang biaya tidak tetap (variable cost). Nah hal tersebut perlu dikaji dalam rangka efektivitas dan efisiensi dalam pembiayaan untuk menekan pengeluaran yang terlalu tinggi.
Dan dari indikator-indikator itu juga memerlukan suatu manajemen yang strategi dan mendasar untuk menyentuh semua aspek dalam investasi properti.

Indikator-indikator tersebut, secara keseluruhan akan  menjadi prediksi pendapatan dan pengeluaran selama umur investasi yang direncanakan. Manajemen properti ikut berperan menentukan keberhasilan investasi sepanjang umur properti.

Tugas atau peran tersebut dilaksanakan dengan menetapkan strategi, tugas kerja dan evaluasi peran tersebut yang mampu menjamin pendapatan yang paling baik (maksimal)  dengan  menjamin pengeluaran yang paling optimal.

Sehingga diharapkan, investasi yang dilaksanakan tersebut memiliki kinerja yang baik. Hal ini biasanya ditunjukkan oleh :
  1. Tingkat hasil pengembalian intern atau internal rate of return (IRR). Yaitu suatu tingkat diskonto dimana nilai sekarang dari arus kas suatu investasi di masa datang sama dengan biaya dari investasi. Angka ini ditemukan dengan proses mencoba dan mencoba lagi (trial and error), jika nilai bersih sekarang dari arus kas keluar (biaya dari investasi) dan arus kas masuk (laba atas investasi) sama dengan nol, maka  tarif  diskonto yang digunakan adalah IRR. Apabila IRR lebih besar dari pengembalian yang dipersyaratkan-dinamakan tingkat batas dalam penganggaran modal-investasi itu dapat diterima.
  2. Nilai Besih Sekarang / Net Present Value (NPV). Yaitu metode yang digunakan dalam mengkaji investasi dengan cara mana nilai bersih sekarang, dari semua arus kas keluar (seperti biaya investasi) serta arus kas masuk (pendapatan), dihitung dengan menggunakan suatu tarif diskonto tertentu. Biasanya tarif diskonto ini adalah tingkat pendapatan yang dipersyaratkan. Suatu investasi dapat diterima bila NPV-nya positif. Dalam penganggaran modal, tarif diskonto yang digunakan dinamakan tingkat batas dan biasanya sama dengan biaya modal tambahan.
  3. Periode Pengembalian (Payback Period). Yaitu dalam penganggaran modal : lamanya waktu yang diperlukan untuk memperoleh  kembali  biaya dari suatu investasi modal. Periode pengembalian adalah rasio dari investasi modal. Periode pengembalian adalah rasio dari investasi awal (pengeluaran kas) terhadap arus kas masuk tahunan untuk periode pengembalian. Kekurangan terpenting  dari  metode  pengembalian adalah bahwa metodel tidak memperhitungkan arus kas sesudah periode pengembalian, sehingga bukan merupakan ukuran dari profitabilitas  suatu proyek investasi. Oleh sebab itu, para analis umumnya mengutamakan metode arus kas yang didiskonto (discounted cash flow) untuk penganggaran modal yaitu IRR dan NPV.
  4. Indikator penilaian investasi lainnya yang memperlihatkan kinerja tersebut. Indikator-indikator tersebut seharusnya terus dipantau, dievaluasi dan ditingkatkan melalui evaluasi kinerja manajemen properti yang dijalankan.

Subscribe to receive free email updates: